Untuk dapat menjamin ketersediaan pasokan listrik nasional, sektor
pembangkit listrik harus dapat mengimbangi pertumbuhan listrik nasional
yang rata-rata 8 % per tahun. Khususnya kebutuhan di wilayah Jawa-Bali
sangat dominan karena merupakan 75% dari seluruh kebutuhan nasional, di
sisi lain pemilihan jenis pembangkit listrik yang dioperasikan sebagai
pembangkit listrik di wilayah Jawa - Bali dapat menjadi pilihan yang
kompleks di kemudian hari, mengingat ketersediaan sumber energi yang
memadai di Jawa - Bali sangat terbatas,” demikian sambutan Deputi Bidang
TIEM Marzan A. Iskandar, saat membuka acara seminar tentang Strategi
Penyediaan Tenaga Listrik Jangka Panjang untuk Sistem Jawa-Bali pada 19
Maret 2008 di Ruang Komisi Utama BPPT.
Acara yang dihadiri oleh Deputi Direktur Perencanaan Sistem PT PLN
Bambang Hermawanto juga menghadirkan pembicara antara lain: Kasubdit
Penyiapan Program Energi dan Pengembangan Energi Dep.ESDM Benhur Tobing,
Deputi Bidang Pengembangan Teknologi dan Energi Nuklir BATAN, Dirut PT Rekayasa Industri Triharyo Soesilo, Peneliti BPPT M.S Boedoyo, Cahyadi dan Sri Rudatin.
Deputi
Bidang TIEM Marzan A. Iskandar dalam sambutannya mengatakan dengan
berbagai peluang yang ada, penggunaan model energi jangka panjang akan
sangat membantu mengarahkan tercapainya perencanaan yang tepat diantara
berbagai alternatif serta ketidakpastian yang mungkin terjadi di masa
depan.
Penggunaan model energi memudahkan kajian ini untuk dapat
melakukan evaluasi terhadap beberapa masalah strategis secara
terintegrasi seperti:
1. Pertumbuhan konsumsi energi listrik jangka panjang (20 tahun ke depan);
2. Ketersediaan dan harga energi primer di Jawa;
3. Daya dukung lingkungan pulau Jawa-Bali dalam menampung PLTU Batubara;
4. Pemanfaatan batubara kualitas rendah di Sumatera Selatan;
5. Pemanfaatan PLTN;
6. Pengembangan Sistem transmisi di masa depan;
7.
Biaya produksi beserta kebutuhan bahan bakarnya dalam sistem yang multi
area dan 8. Kemampuan pendanaan dan tarif listrik di masa depan.
Meskipun
Indonesia memiliki berbagai potensi sumberdaya energi, namun bauran
konsumsi energi tidak seimbang yang menunjukkan masih tingginya
ketergantungan kepada minyak bumi pada saat kemampuan produksi minyak
bumi dalam negeri semakin terbatas, sedangkan pemanfaatan non minyak
bumi untuk keperluan pemenuhan permintaan energi nasional masih
terbatas.
Konsumsi energi final nasional sejauh ini didominasi
oleh Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kebutuhan BBM cenderung meningkat
karena harga yang murah (disubsidi), mudah diperoleh, praktis digunakan,
dan sulit untuk disubstitusi oleh jenis energi final lainnya terutama
pemanfaatan BBM untuk sektor transportasi.
Dengan alasan yang sama, pemanfaatan BBM juga berlangsung pada sektor pembangkit listrik
terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar PLTD yang tersebar di
hampir seluruh pelosok tanah air di luar Jawa dan Sumatera. Adapun
pemanfaatan BBM untuk pembangkit listrik di Jawa terutama untuk mengisi ketiadaan pasokan gas bumi pada 3 lokasi PLTGU, dan sebagai bahan bakar PLTG.
Dominasi minyak bumi tersebut menunjukkan bahwa bauran energi nasional
masih timpang atau dengan kata lain industri energi nasional belum
berjalan optimal.
Salah satu faktor utama ketimpangan bauran
energi tersebut adalah ditetapkannya harga energi yang belum sesuai
dengan tingkat keekonomiannya, seperti BBM untuk konsumen sektor
transportasi dan rumah tangga, gas bumi untuk pabrik pupuk, serta harga
listrik untuk konsumen tertentu.
Selain subsidi harga energi
tersebut, harga jual gas bumi dan batubara untuk keperluan domestik
relatif lebih rendah dibanding dengan harga internasional, sehingga
menyebabkan produsen gas bumi dan batubara cenderung mengekspor produksi
mereka daripada dipasok untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sementara itu, harga jual listrik yang menggunakan energi baru dan
terbarukan pun ditetapkan masih jauh dari nilai ekonominya.
Disamping
faktor tersebut, ketimpangan antara pasokan energi dengan kebutuhan
energi nasional dapat menjadi kendala terutama atas konsumen di Jawa
mengingat kebutuhan energi nasional mayoritas terdapat di Jawa,
sementara ketersediaan sumberdaya energi berada di Kalimantan dan
Sumatera. Oleh karena kondisi tersebut, sektor energi di Indonesia pada
saat ini sedang berada ditengah-tengah perubahan struktural untuk menuju
sistem yang lebih adil, efektif dan efisien. Kebijakan pemerintah untuk
mengurangi sampai menghilangkan subsidi BBM akan mendorong pemanfaatan
energi secara tidak terdistorsi. Diharapkan, pemakai energi (end user)
akan lebih rasional dalam menentukan pilihan sumber energinya.
Listrik PLN
akan menjadi alternatif sumber energi yang menarik bagi sektor-sektor
industri, komersial dan rumah tangga karena relatif lebih mudah, murah
dan dapat dimanfaatkan secara efisien. Dapat dikatakan bahwa
permasalahan energi nasional tersebut juga akan berdampak pada
sub-sektor ketenagalistrikan nasional pada umumnya dan sektor
ketenagalistrikan Jawa-Bali pada khususnya.
Seperti diketahui bahwa penjualan PLN
dalam 20 tahun terakhir telah tumbuh dari 11 TWh dengan sekitar 5 juta
pelanggan pada tahun 1984 menjadi 108 TWh dengan sekitar 34,6 juta
pelanggan pada tahun 2005 atau mengalami peningkatan penjualan hampir
sebesar 10 kali lipat. Peningkatan ini didorong oleh program elektrifikasi yang intensif serta pertumbuhan ekonomi nasional.
Walaupun
konsumsi listrik telah meningkat dengan tajam, namun sebenarnya
konsumsi energi listrik per kapita masih sekitar 600 kWh jauh lebih
rendah dibanding dengan negara tetangga seperti Malaysia. Lebih dari 75%
terhadap total konsumsi listrik tersebut diperlukan oleh konsumen di
Jawa-Bali. Mengingat rasio elektrifikasi nasional masih berada pada
kisaran 55% dan konsumsi listrik per kapita yang masih rendah, maka
pertumbuhan listrik nasional termasuk kebutuhan listrik di Jawa
diperkirakan masih tumbuh rata-rata di atas 6% per tahun. Tingginya
prakiraan kebutuhan listrik tersebut perlu diantisipasi melalui
penambahan kapasitas pembangkit listrik sesuai dengan tingkat kondisi
beban yang ada.
Namun seiring dengan meningkatnya permintaan tenaga listrik, penambahan kapasitas PLTU
batubara di JAWA-BALI mungkin dapat terkendala oleh daya dukung lahan
dan lingkungan termasuk ketersediaan prasarana sehingga diperlukan
evaluasi mengenai kemampuan daya dukung lahan dan lingkungan dalam
pengembangan PLTU batubara di JAWA-BALI di masa depan.
Dalam mengantisipasi penyediaan dan permintaan akan tenaga listrik tersebut PT PLN Persero bersama-sama dengan BPPT melakukan studi strategi penyediaan tenaga listrik jangka panjang untuk sistem Jawa-Bali dengan menggunakan Model MARKAL
mengingat Model MARKAL merupakan Model Optimisasi yang berdasarkan
fungsi obyektif biaya minimum (least-cost) sebagaimana Model Optimasi
yang dimiliki dan digunakan oleh PLN selama ini.
Ruang
Lingkup dalam seminar ini berkisar pada kebijakan Pemerintah dan
action plan rencana kelistrikan di Indonesia, hasil studi supply-demand
kelistrikan jangka panjang untuk jawa Bali, potensi lokasi pembangkit
dan aspek lingkungan untuk pembangkit di Jawa dan Bali, Sosial ekonomi
Pembangkit Listrik di Jawa-Bali, Status penguasaan Teknologi PLTN
di Indonesia, Peluang dan Kendala Pembangkit Listrik Mulut Tambang
untuk memasok kebutuhan listrik Jawa-Bali. Acara di tutup oleh Kepala
Balai Besar Teknologi Energi M. A.M. Oktaufik.
Sumber: Balai Besar Teknologi Energi (B2TE)
0 komentar:
Posting Komentar